Menolak Legalisasi Kumpul Kebo

- 12.57
order gelang step asli via WA sekali klik
testimoni gelang step
Oleh M Luthfi Thomafi

Tanya:
Bagaimana bisa 'kumpul kebo' (al-Musakanah) dianggap sebagai Milk al-Yamin jika itu tanpa izin dari orang tua? Jika dia bukan Milk al-Yamin, apakah hal itu dapat disebut cabul, dan bagaimana hukumnya dalam Islam?

Jawab:
Konsep Milk al-Yamin harus dapat diterima oleh masyarakat. Kumpul kebo dapat diterima di Eropa, nikah kontrak dapat diterima di Mesir, nikah Misyar diterima di Arab Saudi dan nikah Mut'ah dapat diterima di Iran. Penerimaan seperti itu diperlukan agar tidak merugikan pihak-pihak, terutama perempuan.

Tanya:
Bagaimana seorang perempuan memastikan bahwa anak (kumpul kebo) yang dia lahirkan adalah anaknya, sedangkan selama itu tidak ada bukti resmi tentang komitmen pihak satu sama lain serta tanggung jawab mereka?

Jawab:
Konsep Milk al-Yamin adalah kontrak yang mencakup kesepakatan tentang sesuatu, sehingga kedua belah pihak akan mematuhi apa yang telah mereka kontrakkan, dan tetap percaya pada hal ini, sesuai dengan hukum dan kebiasaan masyarakat mereka. Kami melihat halal dan haram, bukan pada masalah yang disebabkan oleh halal ini.

Shahrour dan Kumpul Kebo

Tanya jawab di atas terjadi antara pembaca dengan Muhammad Shahrour, penulis buku Al-Kitab wal-Qur'an; Qiro'ah Muashiroh, dan sejumlah buku lainnya, yang ditampilkan di website www.shahrour.org. Milk al-Yamin, dalam bahasa yang simpel, adalah budak perempuan yang boleh disetubuhi tanpa proses akad pernikahan.

Sebagaimana diketahui, Al-Qur'an melegalkan persetubuhan laki-laki dan perempuan melalui dua bentuk. Pertama, melalui akad pernikahan dan kedua melalui proses Milk al-Yamin (sebagian ulama berpendapat bahwa dengan budak pun harus melalui pernikahan).

Pada era sekarang, perbudakan sudah tidak ada lagi. Sedangkan salah satu problem sosial yang sering terjadi dalam kehidupan bermasyarakat adalah apa yang kita sebut sebagai kumpul kebo, atau kawin kontrak, atau apa pun yang semakna dengan itu.

Shahrour hendak mereinterpretasi dengan cara memperluas atau "merekondisi" makna Milk al-Yamin. Tulisan Shahrour pun dipermasalahkan. Alasannya, pertama, adalah bahwa Shahrour secara ceroboh menjustifikasi legalitas persetubuhan nonmarital. Kita dapat saja positive thinking bahwa ia sedang berusaha menyelesaikan masalah kumpul kebo, dan penyakit sosial sejenis lainnya. Namun, ia bukannya menyelesaikan untuk bagaimana menghilangkan dan menghentikan gaya hidup seperti itu, tetapi justru memberikan legalisasi dan legitimasi hukum, dengan regulasi-regulasi tertentu.

Di sisi lain, ia mengabaikan konsep qiyas awlawy (analogi prioritas). Saat kita melakukan suatu bisnis, membuat decision yang disahkan oleh notaris. Demi keuntungan kedua pihak pelaku bisnis, maka decision tersebut dibuat secara tertulis. Halnya yang sama berlaku dalam pernikahan. Akad dan akta pernikahan merupakan suatu pengingat bagi pasangan terhadap perjanjian untuk mencintai, menghormati, dan menghargai satu sama lain dan terhadap implikasi-implikasi legal dari sumpah perkawinan.

Shahrour mengabaikan bahwa dalam filosofinya, pernikahan bukan hanya soal persetubuhan, melainkan juga memuat aturan-aturan, kriteria, persyaratan serta tujuan. Pernikahan juga memuat hal lain tentang anak, pendidikan anak, warisan, dan lainnya. Akad dan transaksi inilah yang membuat perbedaan antara kumpul kebo dengan pernikahan.

Shahrour juga seperti 'memaksakan' kehendak untuk menganalogikan kumpul kebo, beserta variannya, dengan situasi pada era perbudakan, sesuatu yang juga tidak bisa diterima nalar. Yang lebih 'dahsyat' lagi, ia menjadikan kehidupan di Eropa, yang menerima kumpul kebo sebagai salah satu pilihan hidup, sebagai starting poin untuk diterapkan di komunitas muslim.

Konsep pernikahan adalah pandangan universal, bukan hanya ajaran Islam. Alkitab memberikan alasan terbaik bagi banyak pasangan untuk tidak kumpul kebo. Dalam Ibrani 13:4 disebutkan: Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.

Hal lain untuk tidak bisa melihat tulisan edua ia bukan dari tradisi akademisi Islam. Ia menyelesaikan S1 Teknik Sipil, di Damascus University, sedangkan S2 dan S3 di Ireland National University dalam spesialisasi Mekanika Pertanahan dan Fondasi. Dengan kapasitas akademik seperti itu, ia menyajikan interpretasi hukum yang, walau pun bukan sama sekali baru, justru bermasalah dan jauh dari interpretasi para pemikir tradisi Islam.

Apa yang ia tulis, sebenarnya, tidak sulit untuk diidentifikasi: apakah hendak mencerahkan khazanah hukum Islam atau memburamkan situasi. However, kita mengapreasiasi kegiatan penelitian ilmiah yang menghadirkan maslahah, bukan yang memunculkan masalah.

M Luthfi Thomafi,
Pengasuh Pondok Pesantren Al Hamidiyah Lasem Rembang, Ketua GP Ansor, Dosen STAI Al Anwar Sarang Rembang

Artikel ini pertemakali dimuat oleh Suara Merdeka


EmoticonEmoticon

Judul terbaru Terjemah selanjutnya
 

Ketik kata kunci yang Anda cari